Monday, May 23, 2016

,

Teka-Teki Terakhir - Annisa Ihsani


Judul: Teka-Teki Terakhir
Penulis: Annisa Ihsani
Editor: Ayu Yudha
Desain sampul: EorG
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
(Bisa dibeli di Bukupedia : http://www.bukupedia.com/id/book/id-82754/teenlit-teka-teki-terakhir.html)



Blurb:
Gosipnya, suami-istri Maxwell penyihir. Ada juga yang bilang pasangan itu ilmuwan gila. Tidak sedikit yang mengatakan mereka keluarga ningrat yang melarikan diri ke Littlewood. Hanya itu yang Laura tahu tentang tetangganya tersebut. 
Dia tidak pernah menyangka kenyataan tentang mereka lebih misterius daripada yang digosipkan. Di balik pintu rumah putih di Jalan Eddington, ada sekumpulan teka-teki logika, paradoks membingungkan tentang tukang cukur, dan obsesi terhadap pernyataan matematika yang belum terpecahkan selama lebih dari tiga abad. Terlebih lagi, Laura tidak pernah menyangka akan menjadi bagian dari semua itu. 
Tahun 1992, Laura berusia dua belas tahun, dan teka-teki terakhir mengubah hidupnya selamanya... 


Seperti yang ada di blurb-nya, Teka-Teki terakhir ini menceritakan tentang Laura dan keluarga Maxwell. Awalnya, seperti kebanyakan anak kecil yang sukanya kepo-kepo gitu, Laura sama abangnya, Jack, suka mengintip ke dalam rumah keluarga Maxwell. Mereka kemakan gosip ibu-ibu kalau keluarga Maxwell itu aneh. Tapi seiring berjalannya waktu, mereka mulai melupakan dan bosan dengan keluarga Maxwell.

Suatu hari, Laura pulang sekolah dengan kertas hasil kuis matematika. Nilainya 0 (haha emang enak). Karena kesel, Laura buang kertas itu ke tempat sampah keluarga Maxwell (si Laura setiap pulang dan berangkat sekolah, selalu lewat rumah itu). Eh besoknya, Tuan Maxwell balikin kertas itu ke Laura plus dia dikasih buku tentang sejarah angka 0 (lumayan ya, buang sampah di depan rumah Maxwell, dibalikin plus dikasih bonus lol).

Dari situ, Laura mulai tertarik sama matematika (cie). Sejak itu juga, dia jadi sering main-main di rumah keluarga Maxwell. Dia kenalan sama Nyonya Maxwell yang udah tua tapi cantik (apa rahasianya, Nek? *nada iklan-iklan*). Laura juga sering diajarin matematika tapi bukan kayak yang diajarin di sekolah. Dan Laura juga tahu, kalau selama ini Tuan Maxwell sedang mengerjakan pembuktian untuk Teorema Terakhir Fermat (kalau bingung kenapa disebut teorema tapi masih nyari buktinya, itu karena Fermat bilang, buktinya ada, tapi, hilang). Nah, Tuan Maxwell mendedikasikan hidupnya untuk Teorema Terakhir Fermat (setia banget, ya).

Laura juga pernah dikasih semacam teka-teki logika tentang kesatria dan bajingan. Dia juga dijelasin tentang paradoks Bertrand Russell yang dijelaskan dengan mengandaikan tukang cukur.

Tapi ceritanya enggak cuma berputar di rumah Maxwell doang. Laura juga punya konflik dengan temannya, Katie. Kadang sama abangnya, Jack. Atau sama Peter--semacam gebetannya. Dan kadang juga sama orang-orang yang suka ngomongin dia.

Oke, awalnya saya beli novel ini di pameran buku Gramedia yang tinggal satu hari lagi dan saya telat tahu. Paginya, saya baru menjelajah Goodreads dan lihat buku ini. Pas lihat review-reviewnya, katanya bagus. Bukunya enak dibaca dan ada matematikanya. Berhubung saya mau senam otak, saya tertarik. Gak nyangka banget sorenya langsung dapat buku yang sampulnya lucu ini.

Kesan pertama begitu membaca beberapa paragraf buku ini adalah, saya jadi kangen masa-masa saya baca buku-bukunya Enid Blyton. Teka-Teki Terakhir ini mengingatkan saya dengan serial Pasukan Mau Tahu, dari berbagai hal--mulai dari tokoh-tokohnya, sampai gaya bahasa dan dialognya. Dan ini hal yang positif buat saya. Saya udah lama enggak baca Pasukan Mau Tahu dan cerita ini sukses bikin saya kangen sama Pasukan Mau Tahu.

Saya mulai tertarik waktu Tuan Maxwell ngasih buku tentang sejarah angka 0. Saya langsung jadi penggemar nomor satu Tuan Maxwell! (lebay). Menurut saya, Tuan Maxwell ini sassy abis lol.

Saya juga suka teka-teki logika tentang ksatria sama bajingannya. Saya bisa sok-sok pinter ke temen-temen saya sambil nanyain teka-teki ini. HEHE. Ada beberapa sih pertanyaannya, tapi ini salah satunya:

"Kesatria selalu berkata jujur, sedangkan bajingan selalu berbohong. Nah, sekarang aku punya pertanyaan untukmu. Misalkan seorang penduduk pulau itu berkata padamu dia bajingan, apa yang dapat kau simpulkan?"

Habis mikir-mikir, ini jawaban Laura:

"Kalau penduduk tadi kesatria, dia akan berkata jujur dan karenanya tidak mungkin berkata dia bajingan. Tapi seandainya penduduk tadi bajingan, tidak mungkin dia berkata jujur dan mengaku bahwa dia bajingan. Jadi tidak mungkin ada penduduk yang mengaku sebagai bajingan?"


Saya juga suka banget sama penjelasannya Nyonya Maxwell tentang paradoks Russell:

"Di kota itu, semua penduduk kalau tidak mencukur rambutnya sendiri, tentu dicukur oleh si tukang cukur. Tetapi si tukang cukur hanya mencukur rambut orang yang tidak mencukur rambutnya sendiri. Pertanyaannya adalah, apakah si tukang cukur mencukur rambutnya sendiri?"

Hayo, apa jawabannya? Males ngasih tau ah. Tebak sendiri atau... beli bukunya aja! Wkwkwk.

Dari buku ini juga, saya dapat banyak banget pelajaran. Mulai dari pelajaran materi, sampai pelajaran hidup (eaa).

Pelajaran materi misalnya, saya baru tahu kalau pembuktian 1+1=2 (secara nyata--dengan bukti. Bukan karena itu masuk akal saja), diperlukan 362 halaman. Wow.

Dan titik-titik di TV itu sebenarnya radiasi kosmik dari sisa-sisa Big Bang. Wow lagi.

Daan banyak lagi.

Beberapa pesannya yang saya suka:

"Kalau aku boleh memberimu nasihat, Laura, janganlah terlalu fokus pada satu hal hingga lupa menghargai apa yang ada di sekelilingmu." (Halaman 93)


"Dengar, apa pun yang kau lakukan, akan selalu ada yang menganggapnya salah. Jadi, sebaiknya lakukan saja yang kau suka, oke?" (Halaman 171)

Daan, pelajaran lainnya itu, ada di ending-nya (yang enggak mungkin saya taruh di sini karena nanti jadi sop iler). Intinya, akhir cerita ini mengajarkan kalau kadang, apa yang kita lakuin itu emang bakal sia-sia, makanya kita harus menikmati proses. Hasil akhir sebenarnya enggak terlalu penting.

Gini deh, kalau kamu baca buku, dan udah tahu akhirnya gimana, mungkin kamu merasa ceritanya jadi enggak seru bla bla bla. Tapi apa kamu enggak penasaran gimana ceritanya bisa sampai kayak di akhir itu? Yang penting itu kan, prosesnya.

Kekurangan dari novel ini, menurut saya, konfliknya kurang jeger aja gitu. Jadi agak datar. Tapi sebenernya, saya juga enggak terlalu masalah, soalnya saya enjoy aja bacanya hehe. Dan ada beberapa typo yang sangat sepele (kayak kurang titik dan sebagainya). Bukan masalah besar buat saya.

Intinya, saya jadi penggemarnya Kak Annisa Ihsani nih ehehehe. Saya
pengen A untuk Amanda yang katanya bagus banget itu. Saya percaya sih, debutnya aja begini : " Kalau udah punya A untuk Amanda ntar saya pasti review di sini wakakak (ini bukan kode ok).

Oh ya, satu lagi. Kan novel ini udah jarang ada di toko buku, kalau enggak mau ribet, coba cek aja di beberapa toko buku online. Salah satunya Bukupedia. Ini linknya: http://www.bukupedia.com/id/book/id-82754/teenlit-teka-teki-terakhir.html

4 dari 5 bintang buat Teka-Teki Terakhir : )[]


Btw, ini jadi ngingetin saya sama pasangan Maxwell : " Mereka lucuu ehehehe : "



0 komentar:

Post a Comment